Dec 29, 2010

Mira Kepada Penyair Senja


Terimakasih telah mendengar racauanku selama ini, terimakasih untuk selalu mendengarkanku: mimpi mimpi dan kekagumanku pada senja. Aku sama sepertimu; mencintai langit senja dan mencatatnya dari kota ke kota, kemudian melukisnya di buku sketsaku yang kini hilang entah ke mana. Tapi aku takut senja akan menjadi kecil, tidak, aku juga takut senja dijemput malam. Ah, seandainya saja ada satu hari saat senja tersangkut di reranting pohon itu…
Kupikir kamu lebih sering mengamati senja daripada aku karena kupikir pula kamu lebih sering bepergian dari kota ke kota untuk mengamati senja dari sudut yang berbeda beda. Maka aku sangat suka mendengar kisah kisahmu, perjumpaanmu dengan senja dan pacarnya, serta Sayap Jibril yang kamu temukan pada senja di kotamu.
Mungkin sesekali kamu bosan dengan pertanyaanku tentang senja, tapi itulah yang kuingat tiap kali aku melihatmu. Aku suka mendengar kisah kisahmu sambil melihat awan awan kemerahan yang menebas jarak cakrawala pada kedua matamu. Dan aku membayangkan akulah yang ada di sana, menikmati keindahan dan kemesraan senja pada pacarnya.

Ah, senja akan selalu menjadi bagian dari kehidupan kita, bukan? Bahkan saat aku mengelilingi taman dengan sepeda tua dan kamu sedang bernyanyi sendirian di pelabuhan kecil itu, meskipun kita berjarak ribuan kata, kita tetap melihat senja di langit yang sama.

Aku selalu mencintai senja, meskipun terkadang gerimis mengacaukannya dan burung burung gereja enggan melintas awan. Pernah aku berpikir untuk memasukkan senja ke dalam kotak permainanku yang sudah kukosongkan sebelumnya, tapi sepertinya kotak itu tak akan cukup menampung seluruhnya. Padahal aku sangat ingin menunjukkan senja yang telah kususun dengan indah dalam kotak permainan itu kepadamu. Kamu benar, kotak ini kelak akan retak.

Mungkin senja sudah cukup indah meski hanya dilihat dari sudut café tempat kita biasa menghabiskan waktu bersama, bukan dari sebuah kotak kecil yang kelamaan menjadi usang dan berdebu. Aku selalu menunggu saat saat itu: saat kamu mulai mengeja warna warna senja dari kota kota yang jauh. Kamu selalu punya banyak cerita.
Namun pada akhirnya magrib pula yang selalu memisahkan kita, pada tiap senja yang kita habiskan bersama. Maaf karena aku selalu tergesa meninggalkanmu, karena aku selalu takut melihat senja dijemput malam. Adakah malam benar benar menyayangi senja seperti katamu?

Suatu saat aku ingin pergi ke kota yang jauh bersamamu, mungkin ke kotamu, untuk melihat apakah Sayap Jibril benar benar ada di sana. Aku ingin melihat senja turun perlahan di pelabuhan kecil yang sering kamu ceritakan, yang sering bersedih karena tak ada satu kapal pun yang bersandar padanya.

Maka mungkin suatu hari kamu akan kembali meninggalkanku pergi ke kota kota yang jauh, dengan kereta api atau kapal laut. Tapi aku akan selalu menunggumu; menunggu cerita ceritamu tentang senja dari sudut sudut yang berbeda yang meskipun lekas tapi tak pernah alpa menghias langit lembayung tiap hari, dan mulai melukisnya di buku sketsaku dengan coretan warna warna keemasan.


(26-27 Juli 2010)