Jul 24, 2012

Seusai Pertunjukan Wayang



Seusai pertunjukan wayang, ia tak langsung pulang, melainkan menyusup ke belakang panggung, mencari sang dalang yang membuatnya pesona semalam suntuk: betapa sempurna ia memainkan wewayang!

ditemuinya sang dalang tengah bersandar di antara kotak-kotak perlengkapan; mengisap rokok aroma cengkih yang asapnya membubung ke langit tak berbatas.

“Aku cinta kau”, ucapnya membuyarkan lamunan sang dalang, “aku cinta kau hingga merobek urat dan nadi, menebas rentetan kata dalam bait-bait yang kau lisankan semalaman dan helaan napas tiada henti.”

Waktu berhenti. Sang dalang tegap menghadap wanita ayu yang baru saja menyampaikan isi hatinya yang barangkali saja yang terdalam, yang tiada seorang pun sanggup mencapainya.

“Aku cinta kau sebab kau membawaku pada kehidupan yang sejatinya, kau yang membuatku merasakan bahagia dan airmata, berlarian di padang rumput yang tandus dan bersembunyi di antara pohonan asoka.”

Sang dalang kembali mengisap rokoknya dalam-dalam, membiarkan pahit-harum tembakau memenuhi rongga dada. “Wanita ini”, gumamnya, “sejak dulu selalu begini.”

Maka dengan segenap pesonanya sang dalang membuka kotak tempatnya bersandar dan membuat sedikit celah di dalam kotak yang belum terlalu padat isinya. 

Ia tak peduli airmata mulai membasahi pipi wanita di hadapannya, bahkan ketika ia menarik tangannya yang selembut sutera, membimbingnya kembali tidur dalam kotak kayu cemara.

“Banowati, cintamu selalu salah.”




Juli 2012