Aug 3, 2011

Dari Sebuah Cafe


Malam ini tak seperti biasanya, ia membawa pulang pemain gitar dari café itu.

Mungkin ia bosan hanya membawa gambar-gambar setengah jadi
dan potongan cerita cinta yang tak pernah selesai,
mungkin ia bosan mereka-reka dongengnya sendiri yang tak pernah kesampaian.

Maka malam ini ia pulang bersama pemain gitar, menembus kegelapan kota
yang mulai membeku.

Di apartemen yang sempit, ia persilakan pemain gitar duduk di hadapannya:
aku hanya ingin mendengarkan lagu darimu hingga pagi datang ucapnya.

Tanpa sepatah kata pemain gitar mulai memetik dawai gitarnya, membuka sebuah kisah
yang tanpa mereka sadari kelak kekal dalam ingatan. Nada-nada seakan bercerita.

Lampu sedikit remang dan pemain gitar tak pernah peduli,
terus memainkan gitarnya, berkisah melalui titi nada
: kadang sendu, kadang sedikit cepat,
berpacu dengan detak jantung yang merindu.

Kamu tahu, beberapa orang sengaja datang.
Beberapa akan terus tetap ada, mengisi lembar-lembar buku cerita
hingga habis kata,
beberapa hanya datang untuk pergi kembali, tentu saja tetap ada cerita dari mereka
.

Ia berusaha tak terpejam, sementara malam terus melagu.
Wajah pemain gitar hanya terlihat separuh ditelan lampu temaram,
dan ia tak pernah peduli. Bahkan waktu juga tak peduli.

Dari sini aku bisa melihat duniamu, bahkan di balik nada-nada itu.
Mungkin saat pagi datang nanti, kamu akan kembali ke café itu, atau pulang ke rumah, meminum secangkir teh-manis-hangat dan menulis di buku ceritamu yang hanya kamu sendiri yang tahu.
Sementara aku akan lelap di kasurku, memimpikan potongan-potongan cerita yang tak pernah selesai dapat kurekatkan jadi satu.


Ia tak pernah meminta pemain gitar berbicara padanya, ia hanya ingin melihatnya
sepanjang malam, memainkan lagu yang beraneka.
Barangkali cinta, atau apa.

Dan ia tetap tak peduli, yang ia tahu kini ia bahagia
: pemain gitar ada di hadapannya.

Pada akhirnya subuh yang menyudahi segala. Mengapa harus ada perpisahan di tiap
perjumpaan? Yang ia tahu, perpisahan adalah melupakan.

Mungkin besok malam ia bisa membawa pulang pemain gitar lagi dari café itu,
tapi tak ada yang pernah pasti.

Tiba-tiba ia benci dengan dunia yang serba-mungkin.
Tiba-tiba ia takut mengucapkan selamat tinggal.

Kamu tahu, aku ingin selamanya berada di sini.



2 Agustus 2011, 22:15