Jan 7, 2012

Wanita yang Ingin Membunuh Waktu



"I could die right now, Clem. I'm just...happy. I've never felt that before. I'm just exactly where I want to be.." -Joel Barish



Aku punya sebuah cerita tentang seorang wanita yang ingin membunuh waktu:

Hari itu tepat dua hari sebelum pernikahannya, ia pandangi dirinya di depan kaca; mereka-reka, menyusuri garis-garis halus di wajahnya, menembus ingatan-ingatannya di masa lalu lewat sepasang matanya.

Ia bahagia, setelah bertahun-tahun mencintai lelaki yang sama, cinta pertama.

Di kamarnya, tergantung gaun putih berenda; gaun impian yang telah disimpannya sekian lama, juga lagu-lagu cinta yang ia kumpulkan kata demi kata.

Ia bahagia, nyaris sempurna. Mungkin ia bahagia, hingga ia memutuskan inilah akhir dari cerita hidupnya, bahagia seperti yang ia baca di buku-buku cerita.

Hari itu tepat dua hari sebelum pernikahannya, ia pandangi wajahnya yang berlumur airmata di depan kaca, menyadari dirinya telah berada di titik tertinggi dalam hidupnya.

“Barangkali waktu yang akan mengacaukan segala”, desisnya, dan tanpa pernah ia sadari, ketakutannya akan waktu sudah terlalu dalam mencengkeram, hingga merobek syaraf serta urat nadinya.

Ia menyeka airmata, mengendap-endap ke kamar ayahnya, mengambil revolver yang nyaris tak pernah tersentuh, dan kembali ke kamarnya. “Barangkali waktu yang akan mengacaukan segala.”

Hari itu tepat dua hari sebelum pernikahannya, ibunya menjerit pilu menemukan anak gadisnya terbaring kaku dengan lubang di kepala dan secarik kertas dalam genggaman: “Tak ada yang bisa mencintaimu sedalam ini, kekasih.”

Ia tak berhasil membunuh waktu. Sebaliknya, waktu yang diam-diam membunuhnya.



7 Januari 2012, lima tahun.

No comments: