Jun 12, 2011

Kamu, di Dalam Kepala, di Dalam Bis yang Melaju


Tiba-tiba kamu muncul, tadi, waktu aku masih dalam perjalanan menuju rumah. Aku kira aku akan marah, seperti yang selalu kulakukan akhir-akhir ini. Bis melaju perlahan, memasuki sebuah terowongan yang seakan tak ada ujung. Kamu masih diam di dalam kepalaku, beku, sementara lagu sendu terus diputar berulang-ulang.

Aku tak tahu apa yang kamu lakukan di dalam sana, sepertinya kamu menulis sesuatu, kadang tertawa hampa. Sengaja kudiamkan kamu di sana beberapa waktu, sambil memperhatikan dinding terowongan yang penuh coretan kelabu. Sekarang kamu berlari di antara hujan yang entah mengapa bisa turun di dalam sana, aku tidak merasa menciptanya, lalu siapa? Apakah kamu sudah mulai bisa mengendalikan pikiranku?

Terowongan masih belum habis. Coretan-coretan di dindingnya semakin kelam, entah siapa yang pernah membuatnya di sana, di dalam terowongan dengan sedikit cahaya, hingga membedakan warna cat yang akan dipakai pun pasti sulit. Hujan dalam kepalaku telah berhenti, kini kamu diam, menatapku dengan kosong. Tangan kananmu menggenggam sesuatu; tentu saja itu adalah sebuah buku, buku yang penuh dengan coretanku. Kamu berlari ke sebuah sudut yang gelap di dalam sana, duduk. Lembar demi lembar buku itu mulai kamu buka satu-persatu. Kamu ingat ini, Mina?

Bis terus melaju menembus pekatnya terowongan yang seakan tanpa ujung, aku mulai resah. Kamu masih membuka lembar-lembar buku itu, sambil beberapa kali menunjukkan gambar-gambar yang ada di dalamnya: beberapa genggam senyum yang pernah kugambar, dan banyak gambar mata dalam berbagai warna, bentuk, dan ukuran. Kamu tersenyum puas. Kamu tahu, Mina, ada yang menunggumu. Ada yang mengingatmu kala rimis. Ada yang mau menyebut namamu. Jikalau itu bukanlah aku, Mina… Kamu tak menyenyelesaikan ucapanmu, tiba-tiba kamu pergi.

Seberkas cahaya muncul dari ujung terowongan, silau, yang lama-kelamaan memendar, meluas, tak lagi menyakitkan mata. Akhirnya bis melaju keluar dari terowongan disambut langit yang biru muda. Kupikir di luar akan mendung, ternyata cerah. Aku mengusap kedua pipiku yang membeku kedinginan. Apa ini? Airmata?


24 April 2011

No comments: